Senin, 20 Februari 2012

POST SC

POST SC (SECTIO CAESAREA)

A.    Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono , 2005).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh(Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Arif Mansjoer, 2002).

B.     Etiologi
          Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab dilakukan sectio caesarea :
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
           Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2.      PEB (Pre-Eklamsi Berat)
          Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3.      KPD (Ketuban Pecah Dini)
           Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4.      Bayi kembar
          Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5.      Faktor hambatan jalan lahir
          Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6.      Kelainan Letak Janin
     a.       Kelainan pada letak kepala
a)      Letak kepala tengadah
 Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b)       Presentasi muka
 Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c)      Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.


 b.      Letak Sungsang
(Saifuddin, 2002) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.

D.    Pemeriksaan Penunjang
·         Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
·         Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
·         Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
·         Urinalisis : Menentukam kadar Albumin dan Glukosa

E.     Penatalaksanaan
1.      Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2.      Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3.       Mobilisasi
       Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
·         Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
·         Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
·         Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
·         Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
·         Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4.      Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5.      Pemberian obat-obatan
a)      Antibiotik
          Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b)      Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
·         Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
·         Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
·         Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6.      Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti

F.     Pengkajian
1.      Identitas klien
2.      Keluhan utama klien saat ini
3.      Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4.      Riwayat penyakit keluarga
5.      Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
     f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

G.    Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan.
Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
·         Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
·         Wajah tidak tampak meringis
·         Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi :
·         Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
·         Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
·         Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
·         Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.)
·         Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
·         Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 

2.      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
·         Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
·         Suhu dan nadi dalam batas normal
·         WBC dalam batas normal
Intervensi :
·         Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
·         Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
·         Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi
·         Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
·         Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
·         Anjurkan intake nutrisi yang cukup
·         Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
3.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 1x6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :
·         Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
·         Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang 
      Intervensi :
·         Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
·         Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
·         Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
·         Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
·         Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
·         Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
·         Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal 

4.      Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat beraktivitas dengan kriteria hasil
·         Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
        Intervensi :
·         Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
·         Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
·         Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
·         Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
·          Evaluasi  perkembangan   kemampuan klien melakukan aktivitas


DAFTAR PUSTAKA
Abdul bari saifuddin,Prof Dr, 2002 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Arif Mansjoer. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Salemba Medika. Jakarta
Manuaba, I.B. 2002. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi