Rabu, 27 Februari 2013

LP PERILAKU KEKERASAN


PERILAKU KEKERASAN

A.    Pengertian
      Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000).
      Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
      Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 2005).
      Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
      Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk  melukai atau  mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
      Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).

B.     Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan  menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh (Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2.  Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3.  Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

C.    Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 
dengan (Yosep, 2007):
1.      Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3.      Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
      membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
      dalam menyelesaikan konflik.
4.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
       sebagai seorang yang dewasa.
5.      Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6.      Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

D.    Tanda dan Gejala
Yosep (2007) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
  a. Muka merah dan tegang
  b. Mata melotot/ pandangan tajam
  c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a.    Tidak adekuat
b.    Tidak aman dan nyaman
c.    Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d.   Tidak berdaya
e.    Bermusuhan
f.     Mengamuk, ingin berkelahi
g.    Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,  menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7.    Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.  Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E.     Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F.    Penatalaksanaan
1.Pengobatan medik
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif antara lain:
a.        Anti ansietas hipnotiksedatif, contohnya diazepam (valium)
b.    Anti depresan, contohnya Amitriptilin
c.        Mood stabilizer, contohnya: Lithium, Carbamazepin.
d.      Antipsikotik, contohnya: Chlorpromazine, Haloperidol, dan Stelazine
e.       Obat lain: Naltrexone, Propanolol
f.       ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan amuk.
2.Penanganan Secara Keperawatan
·         Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan sejauh mana tindakan kekerasan yang dilakukan oleh klien. Strategi tindakan tersebut terdiri dari :
a.       Strategi preventif, terdiri dari penyuluhan klein dan latihan asertif
b.      Startegi antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku dan psikofarmakologi.
c.       Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan pengikatan.
·         Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku kekerasan berisi :
a.       Bantu klien mengidentifikasi marah
b.      Berikan kesempatan untuk marah
c.       Praktekan ekspresi marah
d.      Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata
e.       Identifikasi alternatif cara mengekpresikan marah
·         Latihan Asertif
Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Berkomunikasi langsung dengan orang lain
b.      Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan
c.       Mampu menyatakan keluhan
d.      Mengekspresikan apresiasi yang sesuai
Tahap latihan meliputi :
ü  Diskusikan bersama klien cara ekspresi marah selama ini
ü  Tanyakan apakah dengan cara ekspresi marah tersebut dapat menyelesaikan masalah atau justru menimbulkan masalah baru
ü  Anjurkan klien untuk memperagakannya
ü  Anjurkan klien untuk menerapkan asertif dalam situasi nyata
 


G.    Asuhan Keperawatan
a.       Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
1.      Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
·         Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
·         Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
·         Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif :
·              Mata merah, wajah agak merah.
·         Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
·         Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
·         Merusak dan melempar barang‑barang.
2.      Perilaku kekerasan
Data Subyektif :
·         Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
·         Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
·         Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
·         Mata merah, wajah agak merah.
·         Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
·         Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
·         Merusak dan melempar barang‑barang.
3.      Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data Subyektif:
·         Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
·         Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

b.      Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
a.       Resiko Perilaku kekerasan
b.      Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
c.       Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan



c.       Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
·               Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
·               Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
·               Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
·               Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
·               Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
·               Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
·               Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
·               Observasi tanda perilaku kekerasan.
·               Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel / kesal yang   dialami klien.
4.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
·   Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
·   Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
·   Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5.      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
·   Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
·   Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
·   Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6.      Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
·               Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
·               Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
·               Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
·               Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7.      Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
·               Bantu memilih cara yang paling tepat.
·               Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
·               Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
·               Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
·               Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8.      Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
·               Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
·               Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
·               Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
·               Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
·               Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:
·               Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
·               Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
·               Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
·               Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
·               Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
·               Utamakan pemberian pujian yang realitas
3.      Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
·               Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
·               Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4.      Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
·   Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
·   Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
·   Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
·               Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
·               Beri pujian atas keberhasilan klien
·               Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
·               Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
·               Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
·               Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
·               Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga


Diagnosa III   : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum :                                                        
-          Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :                                                       
-          Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
-          Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
-          Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
-          Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
·         Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang laain dan lingkungan
·         Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o   Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o   Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
o   Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o   Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o   Merencanakan yang dapat pasien lakukan
·         Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o   Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian masalah
o   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik